Siapapun Presiden Baru Tak Bisa Seenaknya Tentukan UMP

Sabtu, 03 Mei 2014 | komentar

Penentuan upah minimun termasuk

Komponen Hidup Layak (KHL) di Indonesia tidak

dilakukan secara sepihak termasuk oleh seorang

presiden. Di dalam Undang-undang Nomor

13/2003 tidak disebutkan presiden mempunyai

kewenangan untuk menentukan UMP dan KHL

baru.

Ketua bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi

B Sukamdani mengungkapkan, sesuai UU tersebut

hanya jabatan menteri tenaga dan transmigrasi

(Menakertrans) yang dapat menentukan UMP dan

KHL baru bukan presiden.

"Yang menentukan UMP dan KHL adalah menteri

tenaga kerja dan transmigrasi sesuai rekomendasi

dewan pengupahan," jelas Hariyadi kepada

detikFinance , Sabtu (03/05/2014).

Sebelum Menakertrans menentukan UMP dan

KHL baru, harus mendapatkan masukan dari

dewan pengupahan yang di dalamnya terdapat

perwakilan perusahaan, pekerja, dan pemerintah

atau tripartit. Dewan pengupahan ini yang

nantinya akan melakukan survei perlu tidaknya

UMP dinaikkan. Sementara itu KHL adalah satu

instrumen penting penentuan nilai UMP.

"Apakah betul diperlukan tambahan komponen

biasanya dilakukan survei penelitian bagaimana

kondisi upah minimum yang diberikan. Sedangkan

KHL salah satu dasar menentukan UMP di

samping produktivitas pekerja dan pertumbuhan

ekonomi," imbuhnya.

Kemudian di dalam aturan turunan UU yaitu

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

(Permenakertrans) Nomor 13 tahun 2012

dijelaskan, ada dua pertimbangan lain penentuan

UMP baru, yaitu besarnya kebutuhan dan

permintaan pasar kerja dalam negeri serta

kemampuan perusahaan untuk membayar UMP.

"Ini semua dibahas, kondisinya seperti apa lalu

apakah KHL harus ditambah semua dirapatkan.

Nggak bisa maunya hanya permintaan buruh

saja," tuturnya.

Akan tetapi, seorang presiden dapat

mengintervensi kebijakan yang diambil

Menakertrans. Asalkan intervensi yang dilakukan

sudah diperhitungkan secara cermat sehingga

tidak merugikan bagi pengusaha maupun pekerja.

"Presiden bisa intervensi kepada Kemenakertrans.

Semua mungkin tetapi perlu pertimbangan seperti

akan berdampak pada PHK (Pemutusan

Hubungan Kerja), perusahaan tutup. Kalau terjadi,

kepala negara harus bertanggung jawab,"

jelasnya.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kabar berita terbaru - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger