Penentuan upah minimun termasuk
Komponen Hidup Layak (KHL) di Indonesia tidak
dilakukan secara sepihak termasuk oleh seorang
presiden. Di dalam Undang-undang Nomor
13/2003 tidak disebutkan presiden mempunyai
kewenangan untuk menentukan UMP dan KHL
baru.
Ketua bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi
B Sukamdani mengungkapkan, sesuai UU tersebut
hanya jabatan menteri tenaga dan transmigrasi
(Menakertrans) yang dapat menentukan UMP dan
KHL baru bukan presiden.
"Yang menentukan UMP dan KHL adalah menteri
tenaga kerja dan transmigrasi sesuai rekomendasi
dewan pengupahan," jelas Hariyadi kepada
detikFinance , Sabtu (03/05/2014).
Sebelum Menakertrans menentukan UMP dan
KHL baru, harus mendapatkan masukan dari
dewan pengupahan yang di dalamnya terdapat
perwakilan perusahaan, pekerja, dan pemerintah
atau tripartit. Dewan pengupahan ini yang
nantinya akan melakukan survei perlu tidaknya
UMP dinaikkan. Sementara itu KHL adalah satu
instrumen penting penentuan nilai UMP.
"Apakah betul diperlukan tambahan komponen
biasanya dilakukan survei penelitian bagaimana
kondisi upah minimum yang diberikan. Sedangkan
KHL salah satu dasar menentukan UMP di
samping produktivitas pekerja dan pertumbuhan
ekonomi," imbuhnya.
Kemudian di dalam aturan turunan UU yaitu
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Permenakertrans) Nomor 13 tahun 2012
dijelaskan, ada dua pertimbangan lain penentuan
UMP baru, yaitu besarnya kebutuhan dan
permintaan pasar kerja dalam negeri serta
kemampuan perusahaan untuk membayar UMP.
"Ini semua dibahas, kondisinya seperti apa lalu
apakah KHL harus ditambah semua dirapatkan.
Nggak bisa maunya hanya permintaan buruh
saja," tuturnya.
Akan tetapi, seorang presiden dapat
mengintervensi kebijakan yang diambil
Menakertrans. Asalkan intervensi yang dilakukan
sudah diperhitungkan secara cermat sehingga
tidak merugikan bagi pengusaha maupun pekerja.
"Presiden bisa intervensi kepada Kemenakertrans.
Semua mungkin tetapi perlu pertimbangan seperti
akan berdampak pada PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja), perusahaan tutup. Kalau terjadi,
kepala negara harus bertanggung jawab,"
jelasnya.
Posting Komentar